Sabtu, 22 Januari 2011

Slank the rolling stone interview



Di luar ruang tamu kantor terlihat beberapa Slankers sedang berbincang. Pintu gerbang berwarna biru yang sedang terbuka seakan menyiratkan filosofi tempat itu yang siap menerima siapa saja.
Kain besar berisi promosi telepon genggam Nexian yang berisi tujuh lagu dari album terbaru Jurustandur No. 18 terpampang di atas garasi. Seluruh kegiatan Slank berpusat di Potlot: kantor manajemen ada di sana, begitu juga kantor redaksi Koran Slank, studio tempat latihan dan rekaman, dan tentu saja kediaman pemain drum Bimo Setiawan Almachzumi alias Bimbim, yang juga masih satu area dengan kediaman Bunda Iffet Sidharta—satu-satunya perempuan dengan predikat Rock & Roll Mom yang berusia 72 tahun dan masih terlihat segar.

“Bunda, apa yang bikin Bunda bangga sama Slank?” tanya jurnalis yang sudah selesai mewawancarai Denny dan kini bertanya pada Rock & Roll Mom yang siang itu sedang bersiap pergi ke Pekan Raya Jakarta. “Ke mana Slank pergi, selalu dihargai. Kalau main di luar negeri, pasti disambut oleh Konjen atau Dubesnya. Seperti kemarin kami main di Dubai,” jawabnya dengan nada berbunga-bunga.
Lantas dia pun bercerita soal perjalanan Slank yang tampil di Dubai pada 11 Juni 2010 serta bercerita soal nasib TKW yang disiksa majikannya karena tak bisa bekerja padahal sang majikan sudah membayar mahal. “Harusnya yang begitu-begitu ditulis sama wartawan,” katanya.
Tak lama, satu per satu anak-anak Bunda datang: Bimbim yang muncul dari dalam kantor (rumahnya ada di bagian belakang kantor manajemen), lantas vokalis Akhadi Wira Satriaji alias Kaka, yang beberapa menit kemudian disusul pemain bas Ivan Kurniawan Arifin alias Ivanka dan gitaris Ridho Hafiedz. Sedangkan gitaris Abdee Negara mengatakan datang terlambat karena anaknya berulang tahun hari itu. Predikat Rock & Roll Mom yang melekat pada Bunda Iffet akhirnya menjadikan Slank seperti sebuah keluarga besar rock & roll, apalagi melihat banyak dari para pengurus manajemennya masih berhubungan saudara: salah satunya Denny—atau, lebih populer dengan panggilan Bang Denny—yang masih sepupu Bimbim.
Album Jurustandur No. 18 berisi 17 lagu yang 13 buah di antaranya ditulis oleh Bimbim sendiri—itu karena di antara personel Slank lainnya, dia punya paling banyak waktu luang. “Soalnya gue nggak punya BlackBerry, gue nggak punya Facebook. Jadi waktu luang gue lebih banyak dari yang punya Facebook,” katanya sambil terkekeh dan mengatakan jika Slank dilarang manggung setahun lagi, bisa ada 27 lagu tercipta.
“Slank Recordsnya juga nggak menahan-nahan, setiap kami di studio seru-seru saja. Kalau kami nggak direm, ya sudah. Slank Records cuma kasih tenggang waktu, sementara kami kalau rekaman supercepat,” kata Kaka.
Selama tahun 2009, Slank nyaris tanpa manggung—kalaupun manggung, itu lebih banyak di ruangan tertutup. Banyak jadwal konser yang terpaksa dibatalkan karena tak mendapat izin dari kepolisian, dengan alasan macam-macam: mulai dari waktu yang dekat dengan pemilihan kepala daerah, dekat hari raya, atau tahun baru. Tahun ini, Slank terpaksa tak merayakan konser ulang tahun yang rutin digelar setiap tahun karena dianggap berdekatan dengan Natal dan tahun baru (padahal kegiatan ini rutin mereka lakukan, dan di malam tahun baru sebuah konser besar digelar di Ancol). Tahun ini, mereka mulai kembali bisa merasakan pertunjukkan di ruang terbuka dan menggelar pertunjukan di empat kota lewat tur Jurustandur bersama Yamaha Vega ZR: Karawang (20 Juni), Madiun (27 Juni), Kudus (4 Juli), dan Jambi (11 Juli).
Lantas untuk menyiasati pembajakan, Slank merilis tujuh lagu di album barunya lewat telepon genggam Nexian yang fitur-fiturnya berlogo Slank. Strategi ini berhasil, karena sejak Nexian edisi Slank dirilis, tak ditemukan versi bajakannya di pasaran—setidaknya sampai versi CD/kasetnya dikeluarkan. “Sekarang konsepnya diubah, beli kaos dapat album,” kata Bimbim. Maka album Jurustandur No.18 akan dijual bersamaan dengan kaos—seperti yang sudah mereka lakukan di Anthem For The Brokenhearted (2009).
Dalam wawancara ini, Bimbim dan Kaka terdengar cukup dominan dalam menjawab pertanyaan. Mungkin karena adanya beberapa faktor: Ketika bicara soal Slank, maka kemitraan Bimbim dan Kaka bagaikan kemitraan Mick Jagger dan Keith Richards di The Rolling Stones atau kemitraan Zaid Barmansyah dan Boris Simanjuntak di The Flowers. Dua pasang nama itu menjadi ikon dari kelompok musik masing-masing. Maka jawaban pertanyaan yang diajukan untuk band bisa terwakili dengan pernyataan Bimbim atau Kaka.
Menurut kalian, Slankers bisa dibagi ke berapa kategori? B: Kalau dari nama ya: Slank Fans Club, Slankers, dan Slank yang sudah mendengarkan musik Slank sudah seperti Slank-nya sendiri, menjiwai lagu-lagunya. Kalau Slank Fans Club itu yang baru tahu [Slank] dari lagu “Ku Tak Bisa” lalu bawa-bawa bendera di konser, dan kalau tersenggol lantas berantem. Kalau Slankers Club, yang sudah kolektor, sudah mengikuti kami. Yang Slank, sudah sama seperti kami, kalau bertemu sudah seperti teman lama yang nggak pernah bertemu.
Crowd di acara I Like Monday kemarin di Hard Rock Cafe yang bagaimana? B: Slankers dan Slank ya, nggak ada Fans Club. Ada respect, jadi bukan hanya “Ku Tak Bisa.”
Bagaimana perasaan Anda melihat orang-orang yang hanya tahu “Ku Tak Bisa”? B: Ya nggak apa-apa juga sih. K: Nggak apa-apa ya? Yaa... justru malah gue lihatnya, itu lagu sudah lama kan, tapi terus diregenerasikan oleh mereka sendiri. Umur lagu itu panjang dengan sendirinya lewat turun temurun. Dan kalaupun kami awalnya harus dikenal, untuk kalangan baru, dengan lagu “Ku Tak Bisa” ya nggak apa-apa juga. Banyak yang akhirnya mengulik ke belakang lalu berlanjut ke depan. Rata-rata umur 30 tahun ke atas itu pasti mengenal Slank lewat lagu “Ku Tak Bisa”, mungkin kalangan menengah ke atas.
Belakangan ini, lagu “Ku Tak Bisa” yang jadi pintu masuk perkenalan? B: Ya lagu “Ku Tak Bisa” dan teman-temannya, seperti “Kamu Harus Pulang”, “Terlalu Manis”, biasanya gara-gara datang ke konser, lalu datang ke Hard Rock Cafe atau di kafe-kafe, habis itu baru dia maju mundur beli album. K: Kalau nggak beli, at least browsing lah.
Kalian sadar ya, lagu bertema cinta bisa jadi awal buat menarik perhatian orang? K: Jadi trigger. B: Setiap album harus punya peluru, biasanya dua atau tiga. Kalau satu peluru gagal, masih ada cadangan buat menembak lagi, sisanya baru idealisme.
Tema cinta lebih mudah diterima? B: Dari awal memang kami tahu itu sih. Contohnya Led Zeppelin dengan “Stairway to Heaven.” Yang teringat dari Deep Purple, “Soldier of Fortune.” Yang nyangkut tuh sampai hari ini masih sering dibawakan dari Black Sabbath, “Changes.”
Katanya di setiap pertunjukan Slank sudah dilatih soal apa yang akan dibicarakan Kaka di panggung. K: Sebetulnya garis besar. Misalnya mau main di Live Earth, berarti opening biasa, say hi, lalu bicara tentang alam yang tadinya bagus, terus nyanyi lagi, di tengah bicara tentang alam sudah mulai rusak. B: Sembilan puluh persennya improvisasi. Jangan lupa bawakan ini, di sini kalau bisa kita keluarkan ini, kadang keluar kadang nggak.
Supaya yang lain tak kaget pada omongan Kaka ya. B: Kadang ada juga yang bikin kaget (terkekeh).
Di I Like Monday Hard Rock Cafe kemarin sepertinya Anda kaget waktu Kaka menyanyikan lagu “Poppies Lane Memories” dengan kata-kata yang frontal soal narkotika. B: Sebetulnya saat perkenalan sudah ngomong, ‘Orang berpikir ini tentang perempuan, padahal bukan, ini drugs.’ Sudah titik sampai situ, gue nggak nyangka dia malah ngebocorin semua [tertawa].
Itu karena pengaruh Jack D, Ka? K: Gue lihat tempat dan crowd. Gue selalu lihat event-nya juga. B: Dia pikir nggak ada wartawan [tertawa]. K: Ah, wartawan si dia-dia juga. Ya lihat crowd juga, should I talk about this or not? Dan nggak ada anak di bawah umur. Itu gimmick. Bagaimana caranya maintain selama dua setengah jam orang stick di situ, nggak ke mana-mana, itu susah.
Padahal kalian sudah manggung puluhan tahun. K: Tetap, bernyanyi sambil berpikir, ini apa lagi ya. Di atas panggung seperti di medan perang, bagaimana supaya tetap stabil. B: Apalagi kalau di stadion, bagaimana supaya nggak berantem. Di Ancol deh yang paling susah. K: Kami ingin klimaks, tapi sebelum klimaks sudah kisruh. Wah, harus diturunkan lagi.
Berarti sering sekali mengubah setlist. B: Terutama kalau ribut ya, atau kalau di klub, biasanya lagu ini dan ini, sisanya lepas. Kami lebih santai dalam acara yang tidak direkam atau taping. Wah enak nih, mau buka baju juga terserah. Kadang kalau ada banyak wartawan... lalu kalau mau taping kami rapat dulu, mau bawa lagu apa nih? Kalau nggak taping, mau ngomong jorok atau mau telanjang [tertawa].
Semakin banyak wartawan, Slank semakin jaim [jaga image]? B: Ya [tertawa]. Bukan jaim sih, tapi malu. K: Kalau bisa keberingasan atau kebrutalan cuma rumors orang, nggak tertulis. B: Nggak apa-apa juga sih. Cuma kadang kami rasa nggak semua orang bisa menerima apa yang kami lakukan. Tapi lain kalau di depan Slankers, mereka memang teman-teman kami.
Tapi bukannya bebas, karena citra kalian rock & roll? B: Bisa omong bebas? Ya sudah, next time gue begitu saja [tertawa].
Ternyata kalian masih menahan diri ya. K: Nggak menahan sih, lebih aware. Basic-nya respect, bagaimana caranya kami aware, supaya tingkah dan omongan nggak menyakiti orang. Karena terpuaskan, orang jadi mau datang lagi.
Apa kalian sensitif, takut ditulis jelek oleh wartawan? B: Kami bukan band yang takut ditulis jelek. Makin ditulis jelek, malah makin itu... Ivanka [I]: Yang dulu-dulu itu kurang jelek apa?
Atau takut memberi contoh tak bagus untuk orang lain? B: Ya kalau untuk anak-anak di bawah umur ada perasaan seperti itu sih. Seperti main di outdoor, kalau sore sudah pasti banyak anak underage, kami nggak akan bawakan lagu-lagu yang aneh.
Misalnya seperti apa? B: Seperti “Full Moon Blues”, nggak mungkin kami bawakan itu di depan KPK, atau di depan Konjen, nggak mungkin main “Anyer 10 Maret.”
Apalagi lagu “Cuma Untukmu (Anuku)” ya. B: Nah [tertawa]. Justru gara-gara pada ribut Ariel Peterporn jadi malah ingin membawakan.
Kesadaran akan anak-anak di bawah umur ini datang setelah kalian berkeluarga? K: Anak sudah bisa baca kan, bahaya. B: Baru saja kemarin anak cewek gue umur sembilan tahun bertanya, ‘Kasus porno itu apa, Pa?’ Itu kacau, bukan hanya video porno beredar di internet. Kalau anak kecil sudah nanya berarti sudah masuk ke segala sendi. Ya akhirnya gua jelaskan, ‘Itu gambar yang nggak pantas’.
Kalau suatu saat anak kalian tahu istilah sex, drugs and rock & roll? K: Sebetulnya gue nggak punya rasa ketakutan. Kemaren gue baru ngobrol sama Ivan. Level anak sebaiknya melewati tahapan umur yang harus dia lewati, cara berpikir juga. Kalau memang pada saat umurnya dia tahu sex, drugs and rock & roll, lalu entertainment live, night live, pada umur yang pas, kami sih nggak terlalu pusing. Kebanyakan, rata-rata yang umurnya belum pas sudah digiring ke situ. Anak yang umurnya belum sebaiknya main komputer sudah main komputer. Harusnya anak main di luar, lari-larian untuk melatih motoriknya, sudah main komputer. B: Anak gue sudah tahu. Dia tanya, ‘Drugs itu apa? Papa dulu [pakai] drugs ya?’
Apa yang Anda bilang? B: Oh itu masa lalu. ‘Dasar bandel,’ paling dia menjawab itu.
Ridho, anak Anda paling banyak. Khawatir kah soal itu? Ridho [R]: Asal sesuai dengan usianya saja, sesuai waktunya. Seperti sekarang, laptop sudah mudah dipakai. Niatnya ingin browsing situs anak, tapi sering disusupi hal-hal porno.
Slank lebih khawatir tentang pornografi atau narkotika? K: Sama saja. B: Tapi kalau narkoba, kami punya pengalaman, jadi lebih tahu. Dan anak pun bisa belajar, ‘Oh bapak gue dulu begitu, jadi nggak- akan ikut. Tapi kalau porno ini bahaya, terlalu mudah ditemukan di internet. Itu kenapa anak gue sampai umur 13 tahun nggak boleh sendirian di depan komputer, harus panggil ibunya atau bokapnya.

Bimo Setiawan Almachzumi terlihat lebih gemuk. Berat badannya naik tujuh kilogram. Selain karena sering di rumah, itu karena suntikan vitamin dari dokter yang pernah diterimanya. Bimbim, panggilan akrab drummer Slank itu, me-ngatakan sudah tak lagi minum alkohol. Kini dia hidup sehat, ...walaupun masih merokok dan minum kopi. Selasa, 9 Juni 2009, di kediaman Iwan Fals, sebelum sesi pemotretan, wawancara ini dilakukan. Katanya Anda punya lagu soal tak usah ada proses pemilu, tahu-tahu presiden sudah terpilih. Apa yang ingin Anda sampaikan di lagu itu?
Sebenarnya yang cuma dipikirkan masyarakat adalah gue dapat pekerjaan. Atau, kalaupun sudah dapat kerja, gue dapat kenaikan. Nggak peduli partai apa presidennya siapa. Ekonomi lagi jatuh, tapi tertolong karena salah satu [faktor]nya pemilu juga. Banyak partai dan calon presiden yang menyumbang ke mana-mana. Coba nanti setelah pemilu, rakyat pasti merasa susah lagi.


1.Anda merasa seperti itu juga?
Iyalah. Habis, sekarang buktinya sudah berapa bulan Slank menganggur. Yang nggak ada hubungannya sama sekali dengan pemilu lah, nggak ada hubungannya dengan konser musik. Kenapa harus dihalang-halangi dengan alasan keamanan? Jadi imbasnya kena juga. Jadi pengangguran, jadi banyak di rumah.


2.Ini terjadi lima tahun sekali ya.
Iya, memang sudah frekuensinya. Kalau Slank tuh setiap setahun sekali pas puasa, dan lima tahun sekali pas pemilu [tak ada manggung]. Itu juga karena sebenarnya adalah ladang paling besar bagi artis, kalau mau ikut salah satu partai.

3.Anda menggunakan hak pilih?
Iya. Kalau prinsip gue dari dulu akan menggunakan hak pilih, buat memilih wakil rakyat, atau calon presiden. Nantinya kalau mereka melakukan hal yang nggak gue suka-in, gue berhak untuk protes, gue berhak untuk menegur, menyentil. Kalau memilih saja nggak, jangan teriak-teriak.

4.Meskipun Anda sebal dengan proses pemilihan ini?
Ya, memilih the best of the worst lah. Walaupun kita yakin nanti dia ngehe, ya itu kita gebuk. Akhirnya jadi tugas Slank buat jadi inspirasi lagu, lewat lirik. Makanya kami nggak hilang-hilang mengkritisi lewat lagu. Daya tarik kami selain cinta, lingkungan, dan anak muda, ya politik.


5.Di momen apa Anda merasa teriakan Slank selama ini membuahkan hasil?
Era album Tujuh (1997). Kami sempat menyensor lagu sendiri malah. Liriknya sudah dicetak di album, judulnya Siapa yang Salah?. Itu juga karena pertimbangan bokap, produser, keluarga. Ini kritis banget nih. Ya sudah deh, kami tarik saja. Tapi liriknya sudah dicetak. Liriknya mengajak revolusi. Itu sebelum Orde Baru runtuh.


6.Slank juga punya ketakutan?
Dulu? Oh iya, ancaman juga banyak. Dari Pemilu 92, ajakan gabung ke Golkar tuh banyak. Dan kami selalu menolak, sampai mau ribut, mengancam segala macem. Akhirnya mulai 96 kami kabur. Setiap pemilu, pergi ke Lombok, ke Carita. Kami nggak mau berpolitik, kami berdiri di atas semua golongan.


7.Lalu pertimbangan apa yang Anda pakai untuk memilih partai?
[Kalau pemilu sekarang sih] apa yang paling dekat sama perjuangan kami. Tapi zaman dulu kan semua diarahkan. Kita ditakut-takuti komunis di PDI, ditakut-takuti dengan syariah di PPP. Salah satu pilihan yang katanya demokrat dan pekerja ya Golkar. Jadi semua orang sudah pasti pisang kuning semua.


8.Termasuk Anda?
Iya [tertawa]. Walaupun kami teriak, begitu nyoblos, nyontreng ke situ juga. Seperti era PDI dulu. Merah di seluruh Indonesia, tahun 86. Semua orang Jakarta yang turun pakai baju merah, termasuk gue. Begitu nyoblos, ya kuning juga.


9.Menurut Anda, apa yang baik buat Indonesia?
Kembali ke aslinya saja. Kita mengaku negara demokrasi Pancasila, tapi Pancasilanya saja nggak dijalankan. Mengaku dua puluh persen pendidikan harus dijalankan, belum dijalankan. Jadi kita ini negara pelanggar undang-undang sendiri. Kan ada sila kelima, Keadilan Sosial..., tapi kita nggak adil secara sosial, antara NTT, Kalimantan Timur sama Flores saja jauh banget. Jadi, munafik.


10.Anda pernah mengutarakan soal Indonesian Dream, seperti apa sebenarnya itu?
Mimpi-mimpi orang Indonesia? Sebe-narnya itu ada di Slankissme yang sering dibacakan Kaka di panggung: Tiga Belas Ajaran Slank. Di album Slankissme (2005) kan ada tiga belas lagu, diambil intisarinya. Sebenarnya itu juga Pancasila, tapi lebih ke bahasa anak tongkrongan. Di tengah wawancara, Kaka mengirimkan email yang berisi 13 ajaran tidak sempurna Slankissme: 1). Kita harus kritis, 2). Berjiwa sosial, 3). Penuh solidaritas, 4). Saling setia, 5). Selalu merdeka, 6). Hidup sederhana, 7). Mencintai alam, 8). Manusiawi, 9). Berani untuk beda, 10). Menjunjung persahabatan, 11). Punya angan yang tinggi, 12). Menjadi diri sendiri, 13). Membuka otak dan hati kita.


11.Sudah ada gambaran untuk pemilu nanti?
Belum sih, tapi gue orang yang pendendam. Ada beberapa calon yang masa lampaunya bikin gue males banget [untuk] memilih dia. Nggak pantas saja, calon pemimpin tapi masa lalunya tidak terselesaikan. Tapi orang kan bisa berubah. Orang bisa mencoba menjadi lebih baik. Paling nggak, tunjukin. Ya caranya dengan selesaikan dong masalah elo. Slank juga dulu pakai narkoba, tapi sekarang sudah berhenti. Nih gue tunjukin, gue sehat.


12.Merilis album di Amerika, bagian dari Indonesian Dream?
Bagian dari globalisasi. Mimpi kami kan ingin menyebarkan Pancasila ke seluruh dunia. Salah satunya lewat musik. Ingin ngasih tahu ke dunia, nih ada Indonesia, yang punya pemikiran, ide yang berbeda.


13.Mimpi-mimpi Anda sudah tercapai semua?
Belum. Ini baru awal. Yang sudah tercapai itu jadi konglomerat musik. Kami produksi sendiri, bikin label sendiri, mengedarkan sendiri, pakai usaha sendiri, kami mainkan sendiri. Dari hulu sampai hilir anak band, kami pegang. Sampai RBT pun kami pegang sendiri.


14.Mimpi-mimpi lainnya?
Gue ingin Indonesia, setidaknya di musik, diperhitungkan. Selain film, musik adalah salah satu hal yang bisa mempengaruhi pola musik dunia. Gua ingin musisi Indonesia bisa menyebarkan Indonesia ke seluruh dunia. Sekarang tinggal berpikir bagaimana membahasakan Indonesia ke seluruh dunia.


15Kalau mimpi di luar musik?
Indonesia sih. Paling nggak, gue akan te- us terlibat lewat lagu dan lirik untuk meng-ubah sedikit untuk Indonesia yang lebih baik. Makanya kami selalu klotok-an kalau diundang Kontras, KPK. Mereka minta kami semangati, ya kami semangati. Itu bagian dari ikut memikirkan Indonesia.


16.Indonesia yang lebih baik itu seperti apa?
Sebenarnya gampang kok, kita kan lagi belajar demokrasi. Arahnya, walaupun pe-lan, tapi sudah ke situ. Kuncinya tinggal dua: kejaksaan sama kepolisian. Sementara gue lihat, dua itu yang belum reformasi. Yang lain sampai tentara sudah reformasi, sampai birokrasi juga sudah mau reformasi


17.Lirik Indah sekali dongeng negeriku, nenek yang bercerita, Indonesia di lagu Indonesia itu asalnya dari mana?
Gue kan mau memanjangkan kata Indonesia, gue melihat Indonesia itu bangsa khayalan. Sebenarnya Indonesia itu nggak ada. Yang ada cuma bangsa Sunda, bangsa Jawa, bangsa Batak dan bangsa lain. Tapi orangtua kita, nenek moyang kita, berpikir untuk menyatu melawan Belanda dengan nama Indonesia. Tapi kita harus percaya, karena itu indah dongengnya, walaupun sampai hari ini dongeng itu belum berhasil.


18.Kenapa Anda tak perlu keluar rumah untuk bisa menulis lagu?
Gue baca koran, gue nonton berita. Itu sudah berita dunia. Dan kalau kita lebih menyepi, menyendiri, akan lebih dekat sama alam. Nalurinya malah lebih terasah, karena kebanyakan informasi juga malah membuat kita jadi ragu-ragu. Kalau kita nggak tahu, kita malah lebih berani.


19.Tapi inspirasi masih tetap mengalir ya...???
Kalau inspirasi nakal-nakal lagu Slank itu banyak dari Kaka. Kaka yang keluar, Kaka yang bandel, Kaka yang kenalan sama kupu-kupu liar, gue yang menyerap, gue yang tulis. Proses hampir sebagian besar lagu Slank seperti itu. Black-nya Slank, Kaka, kalau gue adalah white-nya. Gue bidadarinya, dia iblisnya. [tertawa]. Akhadi Wira Satriaji sedang duduk di ruang tamu kantor manajemen Slank di Potlot, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Rabu, 3 Juni 2009, pukul 17.13, ketika saya tiba di tempat yang kami sepakati untuk wawancara. Telat tiga belas menit, kata Kaka, panggilan akrabnya, setelah saya meminta maaf karena datang terlambat. Di luar ruangan, selama sesi wawancara, beberapa Slankers menunggu dengan sabar untuk bisa berfoto bersama sang idola. Kaka adalah yang pertama kali menyebut Slankers untuk para pencinta Slank kata itu pertama kali tercatat di album kedua Slank, Kampungan (1991). Ketika Slank pertama kali muncul, di banyak daerah, orang-orang yang berambut gondrong sering dipanggil Slank. Untuk membedakan antara Slank dan para pencintanya, Kaka memilih nama Slankers.



20.Apa rasanya duet dengan Iwan Fals?
Kalau gue sebagai penyanyi, ternyata lagu Iwan Fals nggak semudah yang kita dengar. Mungkin lain key juga ya. Kalau didengar kayaknya gampang, tapi nggak segampang itu untuk dinyanyikan. Nyanyi sama dia sangat relaxing, karena dia orangnya ngulik. Datang latihan, dia sudah siap kalau ternyata harus bawain lagu orang, dalam hal ini Slank. Kalau di atas panggung sama dia, nggak terasa bahwa dia itu senior.
Kalau gue sebagai penyanyi, ternyata lagu Iwan Fals nggak semudah yang kita dengar. Mungkin lain key juga ya. Kalau didengar kayaknya gampang, tapi nggak segampang itu untuk dinyanyikan. Nyanyi sama dia sangat relaxing, karena dia orangnya ngulik. Datang latihan, dia sudah siap kalau ternyata harus bawain lagu orang, dalam hal ini Slank. Kalau di atas panggung sama dia, nggak terasa bahwa dia itu senior.


21.Telanjang dada mulai dari kapan?
Dulu bini gue suka bikinin baju, sekarang sudah nggak lagi. Alasannya gara-gara saat tur Amerika, gue kan nggak bawa koper ka-rena cuma bawa back pack, bawa beberapa kaos, kaos buat pergi dan kaos manggung. Dan di lagu kedua, lagu ketiga, sudah lepek. Dari situ gue pikir, sudah mendingan gue buka saja deh, tapi menyesuaikanlah. Kalau acara TV, nggaklah..